Selasa, 06 September 2022

Tantangan Toleransi Beragama di Indonesia

 

Kemajemukan Agama di Indonesia

 

Negara Indonesia merupakan  negara yang kaya akan keberagaman baik dari segi suku, sosial, budaya serta, dan adat istiadat atau bisa disebut juga sebagai “mega cultural diversity”. Dilihat dari sisi agama, di Indonesia terdapat berbagai agama besar di dunia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Selain itu, tumbuh dan berkembang pula berbagai aliran dan kepercayaan lokal yang jumlahnya tidak sedikit.

 

Di satu sisi, kemajemukan yang dimiliki Indonesia merupakan suatu anugerah yang dimiliki bangsa Indonesia yang patut dibanggakan dibandingkan dengan negara lain. Namun, di sisi lain hal ini juga menjadi tantangan yang harus dikelola dengan baik dimana dari kemajemukan tersebut membuat Indonesia menjadi rentan akan ancaman serius yang berpotensi menimbulkan konflik sosial yang akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dari itu, dibutuhkan masyarakat untuk memiliki sikap toleransi yang tinggi dalam menghadapi kemajemukan yang ada di Indonesia.

 

Lantas apa itu toleransi? Toleransi dapat dipahami sebagai sebuah sikap atau perilaku yang menyadari serta menerima eksistensi dari sebuah perbedaan yang ada di berbagai aspek kehidupan, dengan kata lain kita tidak  memaksakan kehendak yang menurut kita benar, tetapi justru memberi ruang kepada suatu perbedaan itu untuk memiliki ruang hak dan kemauan yang sama. Secara singkat  kata toleransi setara dengan sikap positif dan menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan pilihan hati sebagai seorang manusia.

 

Salah satu konflik yang sering terjadi di negara Indonesia yakni konflik antar umat beragama. Konflik antar umat beragama ini dapat berupa konflik antar agama itu sendiri maupun konflik antar aliran tertentu, namun masih dalam lingkup satu agama. Tentunya tidak mudah bagi bangsa Indonesia untuk menjaga kebhinekaan, dimana salah satu yang menjadi masalah krusial yakni tentang isu toleransi umat beragama marak terjadi di Indonesia. Selain itu, kehidupan beragama di Indonesia pun terdapat berbagai macam agama lokal maupun keyakinan tertentu.

 

Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan  iman yang diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama  yang dipilihnya masing-masing, serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut maupun yang diyakininya. Umat beragama harus berusaha menciptakan sikap toleransi untuk menjaga kestabilan sosial sehingga tidak terjadi benturan-benturan ideologi dan fisik antara umat yang berbeda keyakinan.

 

Penyebab utama terjadinya konflik antar kelompok beragama adalah intoleransi. Intoleransi terbentuk dari adanya faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang menyebabkan terbentuknya sikap intoleransi adalah politik dan keadaan ekonomi. Adanya kekecewaan masyarakat terhadap kinerja para pejabat pemerintahan berujung menyalahkan ideologi dan ajaran agama suatu kelompok. Selain itu, kesenjangan ekonomi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya intoleransi. Adanya kesenjangan ekonomi menimbulkan gambaran perbedaan mencolok antar masyarakat dengan tingkat finansial yang tinggi, menengah dan rendah yang menyebabkan kecemburuan social.

 

Sikap toleransi akan muncul pada orang yang telah memahami dirinya sendiri dan sadar akan adanya kemajemukan di sekitar mereka. Ada dua tipe toleransi beragama. Yang pertama, toleransi beragama pasif, yakni sikap menerima perbedaaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual. Kedua, toleransi beragama aktif, yakni toleransi yang melibatkan diri dengan yang lain di tengah perbedaan dan keragaman. Toleransi aktif merupakan ajaran semua agama. Hakikat toleransi adalah hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai di antara keragaman. Praktek toleransi di sebuah negara sering mengalami pasang surut. Pasang surut ini dipicu oleh pemaknaan distingtif yang bertumpu pada relasi “mereka” dan “kita”.

 

Selain itu kita sebagai rakyat indonesia harus berpegang teguh pada nilai-nilai pancasila di dalam kehidupan sehari-hari, mengingat pancasila adalah ideologi atau sebagai pandangan hidup yang baik serta memiliki semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang bermakna bahwa dengan segala perbedaan suku, budaya, agama, dan ras bukan menjadikan kita terpecah belah begitu saja, namun bermakna bahwa berbeda beda tetapi satu jua.

 

Hendaknya setiap individu menyadari bahwa masing-masing pribadi memiliki hak untuk memeluk agama tanpa paksaan dari orang lain. Hak untuk diberikan kebebasan dalam beribadah dan taat pada agama yang dianut masing-masing pribadi. Toleransi sangat penting untuk membangun kehidupan masyarakat yang aman, tentram, dan damai.

 

Setelah memahami apa itu toleransi serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari perlu kiranya kita menumbuhkan pula sikap nasionalisme dalam diri kita.  Tidak hanya sekedar tau dan menghafalkannya di bangku pendidikan, namun juga memahami makna dari setiap sila yang ada. Aspek agamapun sudah disebutkan dalam butir pertama dalam sila pancasila yang menandakan bahwa negara sendiri melindungi dan menfasilitasi rakyatnya untuk beragama sesuai dengan keyakinan dalam diri.

 

Toleransi beragama tidak berarti bahwa seseorang yang telah mempunyai keyakinan kemudian berpindah atau merubah keyakinannya untuk mengikuti dan berbaur dengan keyakinan yang lain (sinkretisme), tidak pula dimaksudkan untuk mengakui kebenaran semua agama/ kepercayaan, melainkan bahwa ia tetap pada suatu keyakinan yang diyakini kebenarannya, serta memandang benar keyakinan orang lain, sehingga dalam dirinya terdapat kebenaran yang diyakininya sendiri menurut suara hatinya sendiri yang tidak diperoleh atas dasar paksaan orang lain atau diperoleh dari pemberian orang lain.

 

Toleransi sangat dibutuhkan untuk menciptakan keseimbangan dan kohesi sosial dalam masyarakat multikultural. Untuk menciptakan sikap toleransi beragama yang proposional dalam masyarakat multikultural perlu menumbuhkan sikap epoché dalam berteologi. Sikap epoché ini mutlak diperlukan tanpa kompromi agar mereka bisa menjalankan toleransi beragama dengan baik. Jika sikap epoché ini tidak dimiliki, maka toleransi terhadap agama orang lain hanya akan sebatas basa-basi. Sekalipun toleransi beragama bisa dilakukan, kecenderungan menyampur seluruh ajaran beragama atau menafikan ajaran agama dan digantikan dengan kepentingan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat umum dan sekuler.

 

Perlu adanya keseriusan pemerintah pusat dalam mengontrol suatu kebijakan. Pemerintah daerah kebanyakan mengeluarkan peraturan, surat keputusan, maupun peraturan daerah yang justru malah melegalkan sikap intoleransi ini. Kebijakan yang dikeluarkan tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang justru merasa diberikan keleluasaan untuk bersikap intoleransi. Selain itu, perlu ada keseriusan pula dari pemerintah pusat dalam membuat regulasi atau aturan untuk pemerintah daerah agar tidak mengeluarkan peraturan daerah yang justru memberikan angin segar untuk melegalkan adanya diskriminasi terhadap kelompok agama, kelompok sekte atau kelompok aliran lain yang justru membuat pelanggaran HAM atas nama agama semakin besar di negeri ini.

 

Perlu adanya komitmen yang kuat bersama bagi penegak hukum, pengambil kebijakan, civitas akademis, dan masyarakat untuk melaksanakan pemahaman pancasila agar dapat dijalankan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, sehingga tecipta kedamaian dan toleransi di kehidupan negara Indonesia. Toleransi harus dimulai dari sekarang dan dimulai dari diri kita sendiri.